Monday, September 14, 2009

HUTANG PADA DIRI SENDIRI, MENYIAPKAN MASA SENJA

Hutang pada diri sendiri, sudah menjadi salah satu pegangan hidup saya semenjak usia 20 tahunan, bertolak dari kehidupan yang keras di Jakarta. Betapa tidak, saya dihadapkan pada realita gambaran kehidupan yang saya temui setiap hari. dari mereka yang papa dan tinggal di lingkungan tidak layak huni & hubungan sosial antar warga masayarakat yang sedemikian individual.

Pemikiran simplenya, dengan "saya berhutang" maka saya akan memiliki "sesuatu" yang akan menjadi milik saya dan "saya berhutang pada diri saya sendiri", memberikan arti bahwa saya harus bisa "menahan nafsu saya untuk pengeluaran keuangan yang saya miliki". Sesuatu dimaksud adalah "kekayaan materi" yang saya perhitungkan untuk masa 10, 20 bahkan 30 tahun ke depan. Pragmatisnya, masa senja nanti saya memiliki aset yang akan menopang kehidupan tanpa menyulitkan anak cucu saya.

Semula saya tidak memiliki gambaran sesuatu dimaksud, tetapi dalam perjalanan yang panjang sesuatu dimaksud salah satunya kepemilikan saya atas tanah, yang semula terbeli tanpa sengaja di berbagai tempat. Dulunya, lokasi tanah dimaksud merupakan daerah yang jauh dari perkotaan (di pelosok desa), tetapi dalam perkembangannya saat ini, minimal harga tanah berlipat ada yang lebih dari 200 kali.

Khususnya tanah, hampir seluruhnya saya beli dengan harga yang sangat murah, berasal dari honor-honor melaksanakan pekerjaan/tugas yang saya terima, dengan demikian pembelian tanahpun secara bertahap dan terserak. Apabila bisa diolah dengan pertanian-perkebunan, langsung pengolahan saya lakukan, baik untuk jangka pendek, menengah dan panjang. hasil yang saya peroleh, karena pada dasarnya tidak saya perlukan, saya gunakan untuk membeli tanah kembali dst. Saat ini, sebagian tanah yang saya miliki saya kembangkan untuk pertanian dan perkebunan (jangka menengah, panjang), juga untuk membuat kompleks pertokoan yang saya sewakan/kontrak, tengah saya rintis untuk membuat rumah kontrakan.

Dari gambaran di atas, yang bisa saya uraiakan secara singkat adalah :
1. Sebagai PNS walaupun sedikit, saya memperoleh hasil lain di luar gaji dan tun jangan yang saya gunakan untuk investasi. Obsesi "hutang pada diri sendiri, telah menahan saya untuk menggunakan uang secara terfokus.
2. Bentuk investasi yang cukup dominan adalah tanah yang saya beli semula di daerah yang semula merupakan daerah pelosok, relatif murah dan saya beli secara bertahap, termasuk mengangsur.
3. Optimalisasi pengelolaan tanah, membuahkan investasi yang tumbuh, baik secara aktif maupun pasif.

Gambaran di atas bukanlah merupakan perjalanan yang seluruhnya manis, kekurang jelian saya dalam membeli tanah, juga dalam beberapa kasus saya tertipu. Namun demikian, secara keseluruhan saya mulai merasakan manisnya saya dalam menjalani kehidupan ini. Indikasinya, hampir seluruh target saya tercapai sesuai dengan yang saya inginkan.

Demikian, semoga bermanfaat dan tanah bukanlah satu-satunya pilihan, tetapi BERHUTANGLAH PADA DIRI SENDIRI, LAYAK DIPERTIMBANGKAN MENJADI SALAH SATU PILIHAN PEGANGAN HIDUP UNTUK MENYONGSONG MASA SENJA.

Friday, September 4, 2009

GROSIR KELILING, SOLUSI SI MISKIN BELI BARANG LEBIH MAHAL DARI SI KAYA

Tahun 2002 yang lalu, ada teman memberikan informasi bahwa di Jabotabek, terdapat lebih 400,000 warung/kios kecil yang bermodal kecil, konsumen juga lapisan bawah tetapi mereka membeli kebutuhan harian jauh lebih mahal dari pada kunsumen lapisan di atasnya. Penyebabnya adalah, panjangnya rantai dan banyaknya simpul dari produsen sampai ke konsumen. Setiap simpul mengambil untung, bahkan dalam penelitian yang saya lakukan, terdapat 12 simpul yang harus dilewati. Kesimpulan yang saya peroleh adalah “SI MISKIN MEMBELI BARANG DENGAN HARGA LEBIH MAHAL DARI SI KAYA”, ini masalah dan solusi tantangannya adalah bagaimana cara agar SI KECIL MEMBELI BARANG DENGAN HARGA MINIMAL SAMA ATAU LEBIH MURAH DARI SI KAYA”
Dari kajian pragmatis yang saya lakukan, pendekatan kaji tindak saya pilih dan laksanakan dengan judul GROSIR KELILING, Sederhananya, Sang Grosir, menyiapkan lebih dari 50 produk dan setiap hari menawarkan dan sekaligus menjual ke 50 warung/kios kecil atau selama seminggu sebanyak 350 kios/warung. Asumsinya, apabila setiap warung/kios dapat memberikan keuntungan Rp 10,000.00, maka dalam waktu satu minggu akan memberikan keuntungan sebesar Rp 3,500,000.00. Hasil yang lumayan besar.
Gambaran teknis secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Survey barang yang dijual warung/kios, termasuk harga belai, jual dan kuantitas terjual rata2/minggunya.
2. Pengadaan barang sesuai dengan kebutuhan warung/kios dengan harga jual ke warung/kios lebih murah atau minimal sama dengan yang biasa dibeli.
3. Penawaran/penjualan barang ke warung/kios secara tunai maupun konsinyasi dalam waktu seminggu. Dalam penawaran harus melakukan dengan cara memberikan kemudahan kapada warung/kios akan lebih menguntungkan apabila telah kenal terlebih dahulu (penanaman trust wajib dilakukan).
4. Pengadaan barang yang dibutuhkan warung/kios setiap saat yang harus dilayani secepatnya.
5. Pembuatan jadwal penjualan minimal 50 warung/kios/hari, dikaitkan dengan route yang paling efisien. Misalnya hari Senin, di sepanjang jalan/gang A, jalan/gang B dan jalan/gang C, hari Selasa D, E dan F dst dan untuk Senin depan kembali ke A, B dan C.
Hasil dari kajian tindak sungguh menarik dan fakanya sampai saat ini sangat berkembang, meluas termasuk keterampilan mereka untuk emlihat moment kebutuhan pasar yang meningkat, misalnya penjualan ban dan onderdil sepeda motor, penjualan tepung, gula merah dan telur menyongsong lebaran dsb.
Training, saya berikan di SKB Cilandak waktu itu hanya selama 2 hari dilanjutkan dengan kegiatan bimbingan teknis, termasuk untuk menanamkan trust kepada warung/kios. Permasalahan yang saya hadapi waktu itu adalah keterbatasan pembiayaan, untuk investasi (motor) dan modal kerja. Untuk motor, waktu itu saya melakukan kerjasama dengan dealer motor produk China, dengan harga cash sekitar Rp 7,000,000.00dan ternyata membutuhkan biaya perbaikan yang cukup besar pada 6 bulan pertama. Walaupun demkian, setiap 350 warung/kios langsung membuka kesempatan untuk berusaha untuk 3 orang, bisa diprhitungkan bahwa sasaran pasar sekitar 400,000 warung/kios. Waktu itu, program Grosir Keliling ini saya lakukan dari tahun 2003 sd 2004 dan terpaksa tidak berlanjut karena saya mutasi tugas dari SKB Cilandak.

Ada yang tertarik ?, saya akan guided, termasuk mempertemukan peserta didik yang telah sukses.
Salam…

Wednesday, September 2, 2009

BERTERNAK KAMBING/DOMBA PENGGEMUKAN

Sejalan dengan keberhasilan dalam pembiakan kambing/domba, bersama dengan teman-teman di SKB Cilandak dan mitra, kami melakukan PENGGEMUKAN KAMIBNG/DOMBA. Sebagai tolakan ide, saya berpikir, mencari berbagai referensi, termasuk mengunjungi kegiatan penggemukan kambing/domba di berbagai tempat, akhirnya menemukan konsep itu, yakni :

01. Dengan catu makan sekitar 5 kg/hari, apabila minimal per-hari kambing/domba akan bertambah berat badan 50 gram saja, maka masa penggemukan maksimal adalah 4-5 bulan, dengan asumsi berat saat mulai diternak 10 kg dan target penggemukan 20 kg (ukuran berat biasa untuk dikonsumsi). Apabila dapat mencapai 100 gram/hari, jelas masa waktu penggemukan berkurang & ini akan berpengaruh signifikan pada biaya yang dikeluarkan

02. Agar kambing/domba hanya makan dan makan saja, maka kandang dibuat sistem batarai (ukuran 50 cm x 100cm/ekor), diberi perangsang makan (minum air yang diberi garam) dan mandi, maksimal 3 hari sekali (tidak banyak gerak & segar). Seminggu sekali diliarkan selama sekitar 3 jam

03. Batas antar kandang dibuat tertutup, sehingga kambing/domba tidak bisa saling intip yang akan menimbulkan gairah dan gelisah dan berujung nafsu makan kurang.

04. Vitamin dan obat cacing serta obat lain yang diperlukan juga harus diberikan.

05. Mulai masa penggemukan adalah 4-5 bulan sebelum Iedul Adha

06. Sumber pembelian kambing/domba waktu itu Purworejo dan Wonogiri, dengan memilih bibit usia di bawah 1 tahun (8-10 bulan), relative murah dan dalam masa tumbuh serta pada saat Iedul Adha sudah layak sebagai korban.

07.Pemelihara, pilih orang yang benar-benar sayang kambng/domba serta telaten dan kuat secara fisik. Untuk 1 orang pemelihara, secara efektif dapat memelihara 20 ekor dan tetap masuk dalam hitungan ekonomi. Sebagai perangsang, dia diberikan bonus 10% berat bertambah (misal bertambah 10 kg, dia dapat 1 kg, apabila harga Rp 30,000.00/kg, bonusnya sebesar Rp 30,000.00)

08.Penyiapan tanaman untuk pakan dan campuran pakan lain harus disiapkan (rumusannya, jangan makan pecel/gado gado terus, nasinya juga haruslah kalu mau cepet gemuk)

09. Kambing/domba yang dibiakkan seluruhnya jantan dan agar tidak stress, seminggu sekali pada saat diliarkan/dilepas, campurlah dengan kambing/domba betina.

10. Paling bagus apabila bibit merupakan hasil pembiakan sendiri dan tidak ada hubungan darah yang dekat.

Pengalaman saya dalam merealisasikan konsep di atas, sukses besar saya rasakan, (harga beli Rp 250,000.00/ekor termahal dan harga jual kisaran Rp 550,000.00-Rp 750,000.00) dan konsepsi percontohan program belajar keterampilan hidup ke berbagai daerah, termasuk Sukabumi dan Riau sampai saat ini. Di sisi lain, permasalahan juga ditemukan antara lain adalah :

1. Salah membeli bibit, baik kualitas maupun jarak (beban tranportasi)

2. Sulit memperoleh pakan berupa rumput (hijauan), mengingat pada saat dilakukan

Silahkan lakukan, jangan mencoba karena saya sudah mencoba, dan terpaksa berhenti karena saya mutasi ke Dinas Pendidkan Menengah dan Tinggi Jakarta Seatan, tahun 2004. Salam…