Mengotak atik kata “santri” dan “cantrik (Bahasa Jawa)”,
sepertinya terdapat “persamaan dan kesamaan” dalam makanya. Menurut saya dari
berbagai referensi yang saya peroleh, istilah cantrik telah muncul semenjak
zaman sebelum Agama Islam masuk di negeri ini, yang apabila didefinisikan secara
sederhana : “orang yang dalam waktu
tertentu tinggal dan mempelajari ilmu maupun keterampilan pada pihak tertentu, tidak
membayar dan tanpa memperoleh pembayaran dalam bentuk uang”.
Pihak tertentu dimaksud dapat berupa orang maupun
lembaga yang memiliki keilmuan, keterampilan maupun kekuasaan tertentu. Lembaga
tertentu dimaksud diantaranya dalam bentuk Padepokan (Jawa) dengan keilmuan di
bidang “seni bela diri, seni tari dsb”.
Selama para “cantrik” mempelajari ilmu dan
keterampilan dimaksud, mereka juga secara bersama-sama turut mengelola berbagai
sumber yang ada maupun dimiliki padepokan yang kadang tidak berkaitan langsung dengan
bidang ilmu dan keterampilan yang dipelajarinya, sehingga tata kehidupan
padepokan tetap dapat terjaga secara mandiri. Diantaranya, bertani, berkebun,
berternak dan berbagai kegiatan lainnya, termasuk memasak, membatik,menenun
dsb.
Dari gambaran di atas, dapat di lihat dari beberaa
sudut pandang, antara lain dari sudut pandang ekonomi, maka para cantrik dapat
dimasukkan dalam ranah “tenaga kerja”, hasil pekerjaannya digunakan untuk kelangsungan
dan pengembangan padepokan. Oleh karena
itu setelah cantrik menyelesaikan programnya dan kembali ke daerah asalnya
maupun menetap di daerah baru, mereka dapat mempraktekkan keilmuan dan
keterampilan yang diperoleh dari padepokannya, baik ilmu dan keterampilan yang
merupakan fokus utama maupun ilmu dan keterampilan lain untuk mendukung.
Dengan masuknya Agama Islam di negeri ini, mungkin
tata kelola kehidupan padepokan dimaksud telah menginspirasi para tokoh agama
yang dalam rangka mengembangkan “syiar Islam”, membentuk dan mengembangkan “Pondok
Pesantren”. Dalam hal ini, terjadi perubahan istilah dari “cantrik menjadi
santri” dan “Padepokan menjadi Pondok”, yang mencirikan adanya pembeda pada fokus
yang dipelajari yakni di bidang agama Islam, sedangkan di “ilmu dan
keterampilan” lain masih tetap sama yakni di bidang tata kehidupan ekonomi, sosial,
budaya, lingkungan hidup dsb.
Bertolah dari pemikiran dimaksud, kiranya tidak
berkelebihan manakala saya berpikir bahwa semestinya Pondok Pesantren dapat
dikelola secara mandiri tanpa membutuhkan “bantuan maupun dukungan dari pihak
eksternal”, yakni dengan mendayagunakan para santri dalam mengisi kegiatan
kesehariannya. Dengan tidak adanya “ketergantungan” daripihak lain, maka
eksistensi Pondok Pesantren akan semakin diakui, termasuk dengan berbagai
kekhasan yang dimilikinya.
Pengembangan daya nalar dan kreasi cerdas para
Pengelola Pondok Pesantren dengan bertumpu pada “potensi kearifan lokal perlu
dicari, digali, diciptakan dilaksanakan dan dikembangkan”, mungkin menjadi
salah satu kata kunci. Perwujudan kongkritnya adalah apabila para santri dalam kegiatan keseharian, di
samping mempelajari ilmu dan keterampilan Agama Islam juga mempelajari maupun
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan lain yang potensial dan jenisnya telah
sesuai dengan minat dan bakat masing-masing santri.
Tantangan bagi para pengelola adalah dalam
menetapkan pilihan jenis pekerjaan-usaha yang sesuai dengan minat dan bakat
masing-masing santri. Oleh karena itu, sebagai inspirasi di bawah ini saya
tuangkan beberapa jenis usaha (hasil kajian aksi saya, 1993-2014) yang mungkin
dapat dipilih untuk dilakukan :
01.
Memproduksi Biang Bakteri Pengurai Penghilang BauTidak
Sedap dan Turunannya
02.
Memperoduksi Pestisida Organik asal Air Ludah
Santri pada pagi hari
03.
Memproduksi Pupuk Organik dengan bahan utama Tinja para Santri, Kotoran Ternak dsb
04.
Memproduksi Kompos Organik
05.
Memperoduksi Pakan Ternak Organik dengan bahan
utama limbah sisa makan para santri dsb
06.
Memroduksi Tasbih bahan baku manik-manik.
07.
Memproduksi Kain Khas dengan Pewarna Alami
dengan teknik Ecostamp
08.
Memperoduksi Berbagai Snack asal local yang
didesign khas
09.
Memproduksi Aneka Kerajinan Kayu dan Bambu
10.
Berternak Ikan, Ayam (Kampung, Hias), Itik, Kambing/Domba,
Sapi, Kerbau dsb, baik pembiakan maupun penggemukan dan menyediakan Pejantan
Unggulan
11.
Budidaya Sayur Mayur, Pisang dengan Pola Tanam dan
Panen Harian
12.
Budidaya Pohon Kayu (Jati, Sengon, Mahoni, Bambu
dsb) dengan Pola Tanam dan Panen Bulanan
13.
Usaha Jasa di bidang IT
Akhirnya, bagi yang berminat untuk melaksanakannya,
saya dapat memberikan acuan teknis maupun
managemen terkait dengan jenis usaha yang dipilih. semoga tulisan saya kali ini
cukup membumi dan dapat dimanfaatkan, semoga Allah Swt senantiasa dengan
karuniaNya. Amien.